Rabu, 26 Juli 2017

SEJARAH MARGA SIHOMBING LUMBANTORUAN

FUNGSI MARGA
Sejak dulu Orang Batak telah mempunyai marga. Marga memegang peranan dalam adat istiadat, budaya, pergaulan, dan kehidupan sosial di lingkungan masyarakat Batak, khususnya dalam rangka melaksanakan falsafah Dalihan na Tolu. Selama orang masih mengaku dirinya sebagai "Orang Batak" ia akan tetap memerlukan marganya di dalam penyelenggaraan adat istiadat, budaya, dan tata krama pergaulan di dalam lingkungan dan masyarakat, sekalipun ia hidup di perantauan.  Selain itu, marga yang diwarisi secara turun temurun itu dapat berfungsi sebagai family name, yang umumnya pada banyak bangsa di dunia ini diwariskan kepada keturunannya. Jadi, marga itu seperti Lumbantoruan dapat berfungsi sebagai salah satu identitas.

SEJARAH ASAL MARGA SIHOMBING LUMBANTORUAN
Lumbantoruan merupakan salah satu marga dari suku Batak, diwarisi oleh semua yang keturunan bermarga Lumbantoruan, baik lelaki maupun wanita dari garis keturunan Bapak (Patrilineal ) secara turun-temurun. Lumbantoruan yang pertama bergelar "BORSAK SIRUMONGGUR", merupakan anak kedua dari Sihombing yang mempunyai 4 orang anak laki-laki dengan urutan sebagai berikut:
1. Silaban
2. Lumbantoruan
3. Nababan
4. Hutasoit

TEMPAT BERMUKIM MARGA LUMBANTORUAN

Semula, Sihombing bermukim di Pulau Samosir. Mungkin untuk memperoleh ruang hidup yang lebih baru dan lebih baik ia bersama keempat anaknya: Silaban, Lumbantoruan, Nababan, dan Hutasoit pindah ke Tipang, seberang Danau Toba. Tipang terletak di pantai, selatan Danau Toba, pada tanah pesisir yang sempit, dikelilingi perbukitan yang cukup, tinggi di sebelah selatan, tidak jauh dari Bakara –tempat pemukiman Raja Sisingamangaraja. Keluarga Sihombing beserta anak-anaknya cepat berlipat ganda di Tipang, hal yang membuat lahan persawahan dan pertanian yang terasa kurang. Oleh sebab itu, sebagian keturunan Sihombing bermigrasi ( pindah ) ke dataran tinggi, atau disebut juga Humbang, Semula, keturunan Lumbantoruan mendirikan kampung dekat Lintongnihuta, namanya, Sipagabu. Dari Sipagabu inilah secara bertahap keturunan Lumbantoruan berpencar di daerah Humbang, yaitu:
a. Lintongnihuta dan sekitarnya
b. Bahalbatu dan sekitarnya
c. Sibaragas dan sekitarnya
d. Sipultak dan sekitarnya
e. Butar dan sekitarnya.

Di tiga daerah pertama bermukim keturunan Hutagurgur Lumbantoruan, anak sulung Lumbantoruan. Di Butar dan sekitarnya bermukim keturunan Toga Hariara Lumbantoruan, anak kedua (bungsu) dari Lumbantoruan. Di keempat daerah tersebut marga Lumbantoruan merupakan mayoritas ketimbang marga-marga yang lain. Selain di empat daerah itu, keturunan Lumbantoruan juga berbaur dengan marga Silaban, Nababan, dll

Hutasoit di luar Humbang, persisnya di sekitar Pahae yang berbatasan dengan Angkola. Di Tipang sendiri sampai sekarang masih tinggal bermukim sekelompok Lumbantoruan keturunan Mambirjalang, dalam hal ini Pareme dan Nasorasabat. di Sipultak Tapanuli Utara sekarang masih tinggal marga Sihombing Lumbantoruan keturunan ginjang Manubung.
Perlu juga diketahui tempat pemukiman ketiga marga keturunan Sihombing (Silaban, Nababan, dan Hutasoit) di Humbang Hasundutan, yaitu:
1. Silaban di Silabanrura, Butar
2. Nababan di Nagasaribu, Lumban Tonga-tonga Paniaran, Sipariama, dan Lumban Motung dan sekitarnya.
3. Hutasoit di Siborong-borong, Butar, Lintongnihuta, dan sekitarnya.

Untuk beberapa lama, persawahan dan pertanian di tempat pemukiman Lumbantoruan masih terasa cukup. Akan tetapi, seiring dengan percepatan pertumbuhan keturunan Lumbantoruan yang cepat berlipat ganda, persawahan dan pertanian pun semakin terbatas. Sejak itulah keluarga-keluarga Lumbantoruan bermigrasi ke tempat lain. Pada masa Perang Kemerdekaan, perpindahan keluarga keluarga Lumbantoruan makin meningkat ke daerah Sumatera Timur. Secara bertahap hingga sekarang keluarga-keluarga Lumbantoruan (terlebih generasi mudanya) banyak yang pindah ke tempat lain, tersebar hingga ke kota-kota besar dan pulau-pulau lainnya. Akibatnya sekarang, banyak kampung di Humbang, daerah asal Lumbantoruan, mayoritas penduduknya adalah orang-orang yang sudah tua. Banyak para pemuda meninggalkan kampung halamannya untuk sekolah atau untuk memperoleh hidup yang lebih baik (bekerja). Di Medan dan Jakarta maupun ditempat lain, mereka mempunyai Parsadaan (perkumpulan) yang diberi nama Parsadaan Borsak Sirumonggur Sihombing Lumbantoruan Dohot Boru & Bere (Bosna).

Tidak ada komentar: